
Sejak manusia ada di dunia, masalah
mengatasi kelaparan dan mendapatkan makanan merupakan persoalan hidup. Masyarakat yang hidup di pedalaman mendapatkan ikan air tawar dan berbagai hewan darat
sebagai makanan mereka. Masyarakat yang tinggal dekat laut, kehidupan laut menawarkan kekayaan akan
makanan yang kaya protein dan gizi. Masyarakat menciptakan perangkap dan senjata sehingga mereka bisa
berburu burung dan hewan berkaki cepat. Entah benar atau tidak, diperkirakan
bahwa makanan yang berasal dari tanaman kurang disukai dibandingkan dengan yang
berasal dari hewan atau ikan. Meskipun begitu, dalam sejarah manusia,
daun-daunan, buah, kacang-kacangan, dan akar digunakan juga sebagai pasokan
makanan.
Masa terus berlalu, manusia mulai beternak
hewan (sekitar tahun 7000 SM), dan padi-padian menjadi makanan pokok (sebelum
tahun 5000 SM). Kemudian ditemukan cara membuat roti, serta makin banyak lagi
buah dan sayuran yang dikembangbiakkan. Sepanjang waktu, pasokan makanan
menjadi subjek serangan dan penghancuran oleh berbagai organisme.
Penyimpanan makanan merupakan hal
yang sulit, dan biasanya makanan dimakan secepat mungkin sejak diperoleh.
Makanan yang dimakan tersebut ‘alami’, yakni tidak ada apapun yang ditambahkan
ke dalamnya. Akan tetapi, terdapat beberapa bukti yang menunjukkan bahwa manusia
prasejarah menambahkan zat kimia pada makanan.
Dalam ukuran kecil, daging diasapi,
ikan dan daging diasinkan, berbagai tumbuhan difermentasi, dan rempah-rempah dipergunakan.
Tetapi segalanya mulai berubah seiring perkembangan masyarakat yang semakin
kompleks. Manusia mulai hidup di desa kemudian di kota, dan makin banyak pula
makanan yang disimpan, diolah, serta diangkut ke tempat jauh.
Pelan tapi pasti, kompleks industri makanan mulai terbentuk, yakni suatu industri yang tergantung pada ilmu kimia, biologi, dan
teknologi, serta mempergunakan berbagai metoda pengolahan makanan dan bahan kimia dalam jumlah yang besar.
0 comments:
Post a Comment