kampus online

Tuesday, January 17, 2017

Cara Inaktivasi Virus dalam Bahan Makanan

#

Virus adalah mikroorganisme yang tidak tahan pemanasan dan ketahanannya sebanding dengan sel vegetatif bakteri. Ketahanan virus dalam makanan lebih tinggi jika makanan disimpan pada suhu refrigerasi maupun pembekuan. Meskipun demikian, tidak ada virus yang tahan untuk rentang waktu yang lama jika disimpan pada suhu ruang atau suhu yang lebih rendah.
Inaktivasi virus dapat dilakukan dengan pemanasan, pengeringan, ataupun pemberian radiasi elektromagnetik. Pemanasan pada suhu 55 derajat Celsius selama 30 menit dilaporkan dapat membunuh berbagai jenis virus dalam susu. Meskipun demikian, ada laporan yang bertentangan yang menunjukkan bahwa virus hepatitis A, Norwalk-like, serta virus mulut dan kuku dapat bertahan pada suhu dan waktu tersebut. Perbedaan hasil penelitian sering kali disebabkan oleh perbedaan metode yang digunakan dalam penghitungan virus. Inaktivasi virus karena panas diperkirakan terjadi akibat kerusakan asam nukleat maupun protein virus.
Pengeringan dengan udara juga dapat menginaktifkan virus. Di samping itu, proses pengeringan beku (freeze drying) yang kadang-kadang diterapkan pada pengolahan pangan untuk menghindari kerusakan flavor juga dilaporkan dapat menginaktifkan 99 persen virus.  Sinar ultraviolet, baik yang berasal dari sinar Matahari maupun lampu sumber sinar ultraviolet, juga efektif dalam menginaktivasi virus, khususnya virus yang ada di permukaan. Radiasi ionisasi, misalnya dengan menggunakan Cobalt 60, dapat memenetrasi bahan pangan dan menginaktifkan virus. Dosis radiasi beberapa virus adalah sekitar 4.3 kGray (0.43 Mrad). Radiasi gelombang mikro (microwave) juga dapat menginaktifkan virus meskipun tidak jelas diketahui apakah inaktivasi disebabkan oleh pengaruh sinar elektromagnetik, osilasi molekul air, atau panas yang dihasilkan.
Virus yang terdapat pada permukaan bahan pangan juga dapat diinaktifkan dengan perlakuan desinfektan, misalnya oksidator kuat seperti ozon ataupun klorin. Desinfektan dari kelompok senyawa amonium kuaterner dan fenol umumnya tidak efektif dalam menginaktifkan virus. 
Bahan pangan yang dipanaskan dengan cukup seharusnya tidak mengandung virus yang dapat mengakibatkan penyakit pada manusia. Bahan pangan yang berpeluang besar mengandung virus adalah bahan pangan yang tidak diolah, misalnya sayur-mayur mentah, daging (sapi ataupun unggas) yang tidak dimasak dengan cukup (rare, medium), dan susu mentah. Beberapa jenis pangan olahan di Indonesia diolah dengan proses pemanasan yang panjang, seperti rendang, balado, dan opor, tetapi beberapa jenis lainnya rawan kurang pemasakan (undercooked), misalnya sate, daging/ayam/ikan bakar, serta jenis makanan mentah, seperti lalap, karedok, dan sebagainya.
Di samping pemasakan yang tidak mencukupi, cara penanganan makanan yang buruk dapat meningkatkan kemungkinan berpindahnya virus dari satu sumber ke bahan pangan atau bahan pangan ke bahan pangan lainnya. Praktik sanitasi pekerja pengolah makanan yang buruk sangat berpotensi menularkan virus dari tubuh pekerja ke makanan. Penggunaan peralatan (talenan, pisau, dan alat dapur lainnya) yang sama untuk menangani bahan pangan mentah dan bahan pangan yang telah dimasak dapat menyebabkan pencemaran silang yang mengakibatkan berpindahnya virus dari bahan mentah ke bahan matang. Akibat yang sama juga terjadi ketika bahan mentah dan bahan matang disimpan di dalam wadah yang sama meski secara bergantian. Pencemaran ini makin menimbulkan potensi bahaya penyakit pada manusia jika bahan pangan mentah tidak diolah lebih lanjut.
Oleh karena itu, untuk menghindari keracunan akibat virus dalam bahan pangan, dianjurkan tiga praktik pengolahan makanan yang baik, yaitu cook, clean, dan separate (masaklah, bersihkan, dan pisahkan). Masaklah semua bahan pangan sampai benar-benar matang, bersihkan tangan dan semua peralatan yang digunakan untuk memasak, kemudian pisahkan bahan mentah dengan bahan matang. 

0 comments:

Post a Comment