Virus adalah mikroorganisme yang tidak tahan
pemanasan dan ketahanannya sebanding dengan sel vegetatif bakteri. Ketahanan
virus dalam makanan lebih tinggi jika makanan disimpan pada suhu refrigerasi
maupun pembekuan. Meskipun demikian, tidak ada virus yang tahan untuk rentang
waktu yang lama jika disimpan pada suhu ruang atau suhu yang lebih rendah.
Inaktivasi virus dapat dilakukan dengan pemanasan, pengeringan,
ataupun pemberian radiasi elektromagnetik. Pemanasan pada suhu 55 derajat
Celsius selama 30 menit dilaporkan dapat membunuh berbagai jenis virus dalam
susu. Meskipun demikian, ada laporan yang bertentangan yang menunjukkan bahwa
virus hepatitis A, Norwalk-like, serta virus mulut dan kuku dapat bertahan pada
suhu dan waktu tersebut. Perbedaan hasil penelitian sering kali disebabkan oleh
perbedaan metode yang digunakan dalam penghitungan virus. Inaktivasi virus
karena panas diperkirakan terjadi akibat kerusakan asam nukleat maupun protein
virus.
Pengeringan dengan udara juga dapat
menginaktifkan virus. Di samping itu, proses pengeringan beku (freeze drying)
yang kadang-kadang diterapkan pada pengolahan pangan untuk menghindari
kerusakan flavor juga dilaporkan dapat menginaktifkan 99 persen virus. Sinar ultraviolet, baik yang berasal dari
sinar Matahari maupun lampu sumber sinar ultraviolet, juga efektif dalam
menginaktivasi virus, khususnya virus yang ada di permukaan. Radiasi ionisasi,
misalnya dengan menggunakan Cobalt 60, dapat memenetrasi bahan pangan dan
menginaktifkan virus. Dosis radiasi beberapa virus adalah sekitar 4.3 kGray
(0.43 Mrad). Radiasi gelombang mikro (microwave) juga dapat menginaktifkan
virus meskipun tidak jelas diketahui apakah inaktivasi disebabkan oleh pengaruh
sinar elektromagnetik, osilasi molekul air, atau panas yang dihasilkan.
Virus yang terdapat pada permukaan bahan
pangan juga dapat diinaktifkan dengan perlakuan desinfektan, misalnya oksidator
kuat seperti ozon ataupun klorin. Desinfektan dari kelompok senyawa amonium
kuaterner dan fenol umumnya tidak efektif dalam menginaktifkan virus.
Bahan pangan yang dipanaskan dengan cukup
seharusnya tidak mengandung virus yang dapat mengakibatkan penyakit pada
manusia. Bahan pangan yang berpeluang besar mengandung virus adalah bahan
pangan yang tidak diolah, misalnya sayur-mayur mentah, daging (sapi ataupun
unggas) yang tidak dimasak dengan cukup (rare, medium), dan susu mentah.
Beberapa jenis pangan olahan di Indonesia diolah dengan proses pemanasan yang
panjang, seperti rendang, balado, dan opor, tetapi beberapa jenis lainnya rawan
kurang pemasakan (undercooked), misalnya sate, daging/ayam/ikan bakar, serta
jenis makanan mentah, seperti lalap, karedok, dan sebagainya.
Di samping pemasakan yang tidak mencukupi,
cara penanganan makanan yang buruk dapat meningkatkan kemungkinan berpindahnya
virus dari satu sumber ke bahan pangan atau bahan pangan ke bahan pangan
lainnya. Praktik sanitasi pekerja pengolah makanan yang buruk sangat berpotensi
menularkan virus dari tubuh pekerja ke makanan. Penggunaan peralatan (talenan,
pisau, dan alat dapur lainnya) yang sama untuk menangani bahan pangan mentah
dan bahan pangan yang telah dimasak dapat menyebabkan pencemaran silang yang
mengakibatkan berpindahnya virus dari bahan mentah ke bahan matang. Akibat yang
sama juga terjadi ketika bahan mentah dan bahan matang disimpan di dalam wadah
yang sama meski secara bergantian. Pencemaran ini makin menimbulkan potensi
bahaya penyakit pada manusia jika bahan pangan mentah tidak diolah lebih
lanjut.
Oleh karena itu, untuk menghindari keracunan
akibat virus dalam bahan pangan, dianjurkan tiga praktik pengolahan makanan
yang baik, yaitu cook, clean, dan separate (masaklah, bersihkan, dan pisahkan).
Masaklah semua bahan pangan sampai benar-benar matang, bersihkan tangan dan
semua peralatan yang digunakan untuk memasak, kemudian pisahkan bahan mentah
dengan bahan matang.
0 comments:
Post a Comment