Sejak
lebih kurang 60 tahun lalu, para ahli telah mengetahui bahwa pengurangan
konsumsi energi dapat memperpanjang umur. Metode ini juga menurunkan risiko
terkena penyakit yang lazim terjadi saat usia lanjut pada hewan percobaan. Ada monyet, misalnya,
pengurangan konsumsi energi-menjadi dua pertiga dari jumlah konsumsi
normal-dapat memperpanjang masa hidupnya menjadi 40 persen lebih tinggi
daripada masa hidup monyet yang diberi pakan dengan kandungan energi
normal. Akan tetapi, para ahli membutuhkan
waktu puluhan tahun untuk memahami pengaruh pengurangan konsumsi energi pada
proses penuaan. Dengan diketahuinya pengaruh pengurangan konsumsi energi pada
proses penuaan, para ahli yakin bahwa cara ini dapat diterapkan pada manusia.
Pangan yang dikonsumsi berperan menjalankan proses metabolisme dan
menjaga suhu tubuh. Mengurangi
konsumsi energi berarti menurunkan suhu tubuh dan pada gilirannya memperlambat
proses metabolisme. Para ilmuwan kemudian berpikir bahwa laju metabolisme yang
lebih lambat dapat menghambat pembentukan radikal bebas perusak sel, yang
merupakan produk samping dari proses metabolisme.
Mengurangi
konsumsi energi juga dapat mengembalikan kemampuan sel untuk menggandakan diri,
yang menjamin suplai sel baru yang sehat. Akhirnya, pengurangan konsumsi energi
memperkecil penurunan hormon pertumbuhan (key growth hormone) yang
berkaitan dengan bertambahnya usia berupa dehidroepiandrosteron (DHEA). DHEA adalah hormon yang membantu memperbaiki
sistem kekebalan tubuh untuk berfungsi seperti sistem kekebalan pada waktu
muda. Hormon ini berperan dalam enunda munculnya penyakit-penyakit yang
berkaitan dengan bertambahnya usia (age-related diseases).
Para peneliti di
the National Institute of Aging, US Department of Health and Human Services
mempublikasikan hasil penelitian mereka yang berjudul "Biomarkers of
Caloric Restriction May Predict Longevity in Humans" pada jurnal ilmiah
Science edisi Agustus 2002. Pada penelitian "the Baltimore Longitudinal
Study of Aging ini", Roth dan koleganya, membandingkan lebih dari 700 pria
sehat yang berumur 19-95 tahun dengan 60 monyet yang berumur 5-25 tahun.
Para pria
dikelompokkan menjadi dua kelompok. Kelompok
pertama adalah mereka yang memiliki nilai penanda biologi-berupa suhu
tubuh, kadar insulin darah, dan kadar dehidroepiandrosteron sulfat (DHEAS)-masing-masing
di atas nilai tengah. Kelompok kedua adalah mereka yang
nilai penanda biologinya di bawah nilai tengah. Monyet percobaan juga dibagi
menjadi dua kelompok, yaitu kelompok yang diberi makan secara bebas (500-1.000
kkal/hari) dan kelompok yang dibatasi konsumsi energinya (30 persen lebih
rendah daripada konsumsi energi pada kelompok pertama).
Roth dan
kawan-kawan menemukan bahwa mereka yang memiliki suhu tubuh yang lebih rendah,
kadar insulin darah yang lebih rendah, dan kadar DHEAS yang lebih tinggi,
cenderung hidup lebih lama. Hal yang
sama juga ditemukan pada monyet yang menjalani pengurangan konsumsi energi.
Roth dan kawan-kawan menyimpulkan bahwa pengurangan konsumsi energi menyebabkan
pergeseran metabolik yang dapat memengaruhi laju penuaan.
Hal yang menarik
dari temuan ini-karena pria yang berpartisipasi dalam penelitian ini tidak
menjalani pengurangan konsumsi energi-adalah kemungkinan adanya cara lain untuk
mencapai nilai penanda biologi pada tingkat yang tepat, untuk dapat memperpanjang
umur tanpa harus mengurangi konsumsi makanan secara drastis.
Pendekatan lain
itu adalah memilih jenis pangan sumber energi dengan tepat merupakan upaya yang
tepat untuk menjaga kadar insulin darah pada tingkat tepat. Konsep indeks
glikemik-memilih pangan yang menaikkan kadar gula darah dengan lambat-dapat
diterapkan untuk menjaga kadar insulin dalam darah berada pada taraf normal (tidak
tinggi).
Walaupun Roth dan
kawan-kawan tidak dapat memastikan bahwa kondisi penanda biologi berupa suhu
tubuh, kadar insulin darah yang rendah, serta kadar DHEAS dalam darah yang
tinggi disebabkan oleh pengurangan konsumsi energi, masyarakat dianjurkan untuk
membatasi konsumsi energi dari pangan yang meningkatkan kadar gula darah dengan
cepat (misalnya kentang) dan dari pangan berlemak (misalnya daging).
Mengurangi konsumsi energi
secara tidak langsung juga berarti menyeimbangkan pola makan dengan cara
mengganti kekurangan konsumsi pangan sumber energi dengan pangan sumber vitamin
dan mineral. Oleh karena itu, makan dua pertiga kenyang bukan hanya lebih hemat
tetapi juga lebih "menyehatkan".
0 comments:
Post a Comment