
Di atas sudah dijelaskan bahwa masing-masing
kita sebagai individu memiliki perbedaan genetik dan pola tanggap terhadap
zat-zat makanan. Sekarang dari sisi makanan itu sendiri ternyata juga sangat
kompleks dan beragam kandungan zat-zat bioaktifnya. Pada berbagai penelitian
secara klinis yang ditujukan untuk mengetahui pengaruh keberadaan zat makanan
tertentu (misalnya: lemak rendah vs tinggi, atau lemak jenuh vs tidak jenuh)
sering menghasilkan efek yang berbeda-beda. Hal ini juga bisa disebabkan oleh
komposisi makanan yang terdiri dari berbagai komponen minor (kadarnya rendah)
yang macamnya sangat banyak.
Untuk mempengaruhi terjadinya perubahan pada
tahap ekspresi gen ataupun status metabolisme sel, mungkin komponen minor
inilah yang secara efektif berperan. Misalnya untuk menu yang disiapkan atau
diolah dengan menambahkan minyak jagung, maka bukan hanya asam lemak tidak
jenuh (85 persen) yang ada pada minyak jagung tersebut, namun terdapat juga
asam lemak jenuh (13 persen).
Bukan hanya itu, di dalam minyak jagung
tersebut juga masih ditemukan berpuluh-puluh macam senyawa lain, misalnya
kelompok sterol, sterol asam lemak, tokoferol. Pada tokoferol sendiri bisa
terdiri dari alfa, beta, gama, dan delta tokoferol. Demikian pula pada minyak
nabati yang lain yang telah dimurnikan sekalipun masih mengandung senyawa-
senyawa tersebut dalam jumlah yang sangat kecil (ppm).
Hasil penelitian dari banyak studi ada yang secara konsisten menunjukkan
hubungan antara konsumsi makanan tertentu dengan munculnya penyakit kronis dan
tingkat keparahannya. Meskipun demikian, secara jelas mekanisme hubungan
keduanya belum bisa disimpulkan secara meyakinkan sebagai sebab-akibat. Hal
tersebut antara lain disebabkan oleh adanya zat-zat bioaktif lain yang macamnya
dan kadarnya tidak bisa dijaga agar 100 persen selalu sama.
Zat bioaktif pada makanan bisa mempengaruhi
ekspresi gen baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada tingkat sel, zat
bioaktif ada makanan bisa (1) berperan sebagai ligan (penyambung) reseptor
faktor transkripsi, (2) dimetabolisme melalui jalur metabolik primer atau
sekunder, dan (3) mempengaruhi jalur pemrosesan sinyal untuk
"komunikasi" di dalam atau di luar sel.
Bertambahnya pengetahuan baru di lingkup
nutrigenomik selanjutnya akan berdampak pada makin tipisnya batasan antara
makanan dan obat. Perbedaan definisi obat dan makanan yang sekarang ada akan
mendapat tantangan baru dengan makin majunya nutrigenomik pada dekade
mendatang.
Pada waktu lampau para ahli pangan dan gizi
hanya bisa menduga bahwa komponen bioaktif pada makanan memiliki pengaruh
terhadap proses-proses yang berlangsung di dalam sel. Sekarang mulai muncul bukti-bukti
yang mengarah ke situ dan makin banyak terkumpul dari waktu ke waktu. Ini bukan
berarti bahwa makanan di masa datang harus diregulasi seperti obat. Hanya saja,
harus mulai disadari bahwa peranan komponen bioaktif pada makanan kesehatan dan
kebugaran konsumen makin nyata.
Lalu, bagaimanakah dampak munculnya
nutrigenomik terhadap industri pangan ? Seperti halnya pemasaran produk-produk
makanan fungsional yang mulai banyak beredar dan dikonsumsi masyarakat segmen
tertentu, maka nutrigenomik akan menjadi dasar untuk membuka era baru industri
makanan kesehatan di masa depan. Hanya segmen tertentu dari konsumen yang akan
memiliki peluang untuk mencoba menggunakan produk-produk yang didasari oleh
pengetahuan nutrigenomik. Pada tahap awalnya yang diperlukan konsumen adalah
adanya layanan bagi mereka untuk mengetahui pola- pola genetik yang berbeda
secara spesifik antarindividu.
Selanjutnya berkembang menuju tersedianya
metode monitoring terhadap penanda biologis untuk mengetahui sejauh mana latar
belakang genetik memberikan respons terhadap makanan. Pada saat yang bersamaan,
industri makanan akan mulai mengembangkan, memproduksi, dan menghadirkan
produk-produk baru dengan muatan nutrigenomik yang makin kuat.
Akhirnya masyarakat konsumen memerlukan
layanan konsultasi atau konseling untuk memahami arti hasil uji latar belakang
genetik dan hubungannya dengan pilihan makanan yang memenuhi kebutuhan dan
keinginannya. Bagi industri pengolah produk pangan jelas bahwa munculnya
nutrigenomik tidak bisa lagi dihadapi dengan cara produksi dengan pola lama.
Mengingat demikian banyaknya komponen keahlian yang terlibat, industri perlu membangun atau memperkuat kemitraannya dengan berbagai partner bisnis, termasuk institusi penelitian yang relevan. Sekalipun nutrigenomik diawali di negara-negara maju, bagi Indonesia memiliki peluang yang tidak kalah besar untuk memajukan bidang ini.
Mengingat demikian banyaknya komponen keahlian yang terlibat, industri perlu membangun atau memperkuat kemitraannya dengan berbagai partner bisnis, termasuk institusi penelitian yang relevan. Sekalipun nutrigenomik diawali di negara-negara maju, bagi Indonesia memiliki peluang yang tidak kalah besar untuk memajukan bidang ini.
0 comments:
Post a Comment